Select Menu

Random Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Jangjawokan

Jangjawokan Oleh Deni Simasicanudzak pada 14 Desember 2013 pukul 10:00 yeuh ku abdi di bere elm...

Design

Technology

Circle Gallery

Shooting

Racing

News




















Jangjawokan


yeuh ku abdi di bere elmu pelet Jangjawokan,tapi cara na mah moal di bejaan aach,paur engke anu
jadi korban Nini-nini....Hahahahaha
mantra na kiyeu...

Samping aing kebat lerengDitilik tigigir lenggikDiteuteup tihareup sieupMikaeunteup mikasieupMangka eunteup mangka sieupKa awakingAwaking ratu asihanti lihur kuwung kuwungantihandap teja mentranganDitilik titukang lenggikDitilik tigigir sieupmangka enteup mangka sieupAsih...Asih...Asih...Asih...Asih kabadan awaking.Rarakan nyai pohacihihid kekeper imannyiru tamprak ning imandulang ketuk ning imanparangko bengker ning imanhawu dungkuk ning imansuluh solosod ning imanseeng kukus ning iman 

By: Denay Simasicanu






















Rakeyan Sancang

Rakeyan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Kerajaan Tarumanagara 561 – 618 M). Raja Suraliman Sakti ( 568 – 597 M ) Putra Manikmaya cucu Suryawarman Raja Kerajaan Kendan adalah saudara sepupu Rakeyan Sancang inilah yang sering dirancukan dengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Sangara, yang menurut Babad Godog di Garut terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat Suci.
Kertawarman merasa dirinya mandul, tahta Kerajaan diwariskan kepada adiknya Prabu Sudhawarman padahal sesungguhnya tanpa disadari sempat memiliki keturunan dari anak seorang pencari kayu bakar (wwang amet samidha) Ki Prangdami bersama istrinya Nyi Sembada tinggal di dekat Hutan Sancang di tepi Sungai Cikaengan Pesisir Pantai selatan Garut. Putrinya Setiawati dinikahi Kertawarman yang hanya digaulinya selama sepuluh hari, setelah itu ditinggalkan (dan mungkin dilupakan).

Setiawati merasa dirinya dari kasta sundra, tidak mampu menuntut kepada suaminya seorang Maharaja, ketika mengandung berita kehamilannya tidak pernah dilaporkan kepada suaminya hingga melahirkan anak laki-laki yang ketika melahirkan meninggal dunia. Anaknya oleh Ki Parangdami dipanggil Rakeyan mengingat keturunan seorang Raja, kelak Rakeyan dari Sancang itu pada usia 50 tahun pergi ke tanah suci hanya untuk menjajal kemampuan “kanuragan” Syaidina Ali bin Abi Thalib (599 -661) yang dikabarkan memiliki kesaktian ilmu perang/ ilmu berkelahi yang tinggi.

Rakeyan Sancang disebutkan hidup pada masa Imam Ali bin Abi Thalib. Sumber lainnya menyebutkan (640 M) Rakeyan Sancang tidak sempat berkelahi dengan Syaidina Ali bin Abi Thalib. namun menyatakan kalah akibat tidak mampu mencabut tongkat Syaidina Ali yang hanya menancap di tanah berpasir. Sejak itulah Rakeyan Sancang menyatakan dirinya masuk Islam kemudian meneruskan berguru kepada Syaidina Ali, Rakeyan Sancang diceritakan, turut serta membantu Imam Ali bin Abi Thalib dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M) mendapatkan bantuan dari seorang tokoh asal Asia Timur Jauh.

Di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang yang ketika itu yang mau menerima Islam sedikit sekali. Upaya Rakeyan Sancang menyebarkan Islam terdengar oleh Prabu Sudhawarman, yang dinilai bisa mengganggu stabilitas pemerintahan, timbulah pertempuran yang ketika itu Senapati Brajagiri (anak angkat Sang Kertawarman) turut memimpin pasukan.

Rakeyan Sancang unggul, Prabu Sudhawarman sempat melarikan diri yang dikejar Rakeyan Sancang, tapi tusuk konde Rakeyan Sancang jatuh pertempuran terhenti kemudian mereka saling menceriterakan silsilah sehingga ada pengakuan Rakeyan Sancang anak Sang Kertawarman.
Peristiwa tersebut berkembang menjadi ceritera dari mulut ke mulut yang menyatakan Kean Santang/ Kian Santang/ Prabu Kiansantang mengejar bapaknya Prabu Siliwangi untuk di Islam-kan. Mengenai siapa pemeluk Islam pertama di tataran Sunda, Pangeran dari Kerajaan Tarumanagara, yang bernama Rakeyan Sancang.





















Gunung Cikuray merupakan gunung tertinggi di Garut. Tingginya tercatat 2.821 meter dari permukaan laut. Karena ketinggiannya itulah, gunung ini sangat mudah dikenali dan dilihat dari berbagai arah. Letaknya berada di selatan Kota Garut, tepatnya di antara wilayah Cilawu dan Cikajang. Selain dikenal ketinggiannya, gunung ini juga menjadi simbol kekayaan alam Garut.

Menurut para ahli sejarah, Gunung Cikuray awalnya bernama Srimanganti. Di lereng gunung ini pada zaman dulu terdapat mandala (pemukiman para pendeta), yang menjadi tujuan untuk menuntut dan mengaji bermacam-macam ilmu. Mandala ini diberi nama Gunung Larang Srimanganti. Di tempat inilah tradisi kerajaan Sunda dalam bidang tulis-menulis berlangsung sampai abad ke-17. Banyak naskah Sunda kuno yang ditulis saat itu dan menjadi obyek penelitian para ahli sejarah hingga kini.Dilokasi Kampung Ciburuy ini diketemukan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuna yang ditulis di atas daun lontar dan nipah. Naskah-naskah itu saat ini tersimpan di Kabuyutan Ciburuy, kampung ciburuy desa pamalayan bayongbong , Garut.
 
Selain itu, sejak abad ke-19 lereng Cikuray mulai dibuka untuk lahan perkebunan teh. Salah satu perkebunan teh yang terkenal saat itu adalah Perkebunan Waspada, yang berada di sekitar wilayah desa karya jaya bayongbong garut. Perkebunan ini dikelola oleh Karel Frederik Holle (K.F. Holle) yang dikenal juga sebagai penasihat pemerintah kolonial Belinda untuk urusan masyarakat pribumi. Waspada menjadi terkenal karena Holle menjadikan perkebunan ini sebagai tempat bereksperimnen yang menggabungkan bisnis dan idealisme kebudayaan dengan tujuan memberdayakan masyarakat pribumi. Maka lahirlah dari tempat ini berbagai inovasi di bidang kebudayaan dan pertanian, di antaranya pembudidayaan ikan air tawar, peternakan domba garut, dan sistem sengked untuk lahan pertanian